Pengaruh Lingkungan Bermain terhadap Perilaku Siswa
SMPN 21 MALANG
Oleh :
1. Aditya Aji Pamungkas 7.5
2. Hafiz Clevanota 8.1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dewasa ini, Banyak perubahan sifat dan watak pada anak. Tetapi, perubahan ini lebih menjerumus ke hal yang negative daripada ke hal yang positif.
Perubahan ini disebabkan karena banyak faktor, antara lain media internet, media komunikasi, pendidikan, dan pergaulan teman bermain. Sebuah faktor yang menyebabkan perubahan perilaku pada anak yang akan kita bahas adalah pergaulan dengan teman bermainnya atau teman bergaulnya sehari-hari. Memang, manusia diciptakan sebagai mahluk sosial yang artinya makhluk yang tidak bisa hidup tanpa individu lain. Pengaruh teman bermain kita sehari-hari menuai banyak akibat, diantaranya positif dan negatif.
Dalam perkembangan sosial remaja, teman sebaya sangatlah berperan penting. Peranan teman-teman sebaya terhadap siswa terutama berkaitan dengan sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku. Remaja sering kali menilai bahwa bila dirinya memakai model pakaian yang sama dengan anggota kelompok yang populer, maka kesempatan baginya untuk diterima oleh teman-teman sebayanya menjadi besar. Demikian pula bila anggota kelompok mencoba minum alcohol, obat-obatan terlarang atau rokok, maka remaja cenderung mengikutinya tanpa memperdulikan perasaannya sendiri dan akibatnya. Hal ini berarti menunjukkan bahwa kuatnya pengaruh teman sebaya terhadap perkembangan hubungan sosial remaja.
Kondisi saat ini yang ideal seharusnya, jika seorang anak bertambah dewasa seharusnya sifat, watak, dan perilakunya juga akan bertambah matang. Namun, karena pengaruh teman bergaul kita, kita malah terjerumus kepada hal yang negatif, contohnya anak zaman sekarang berani merokok, melawan orangtua, berbicara kotor bahkan berzina.
Tindakan yang dapat kita lakukan untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu kita harus bisa memilih teman yang dapat menuntun kita kepada hal positif dan melakukan pengarahan kepada teman-teman sebaya kita supaya tak terjerumus kepada hal negatif.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pernyataan di atas, kita dapat merumuskan beberapa permasalah, di antaranya:
Ø Bagaimanakah cara mengatasi perilaku teman bermain kita ?
Ø Apa saja keuntungan dan kerugian yang dapat kita peroleh dari teman bermain kita ?
Ø Apakah jika perilaku teman kita berubah, perilaku kita juga akan berubah ?
Ø Pihak-pihak mana saja yang dapat membantu mengarahkan perilaku teman-teman bermain kita ?
C. TUJUAN PENELITIAN
Ø Memperbaiki masalah sifat-sifat teman dengan cara pengarahan ke hal yang positif dengan dibantu pihak-pihak yang berurusan misalnya guru, keluarga, dan orang tua.
D. MANFAAT HASIL PENELITIAN
Manfaat dari penelitian yang dapat kita peroleh, bagi :
Ø Siswa : Dapat memikirkan dampak yang ditimbulkan dan bukan hanya ikut-ikutan semata.
Ø Guru : dapat menjadi acuan cara untuk menghadapi dan mengarahkan sikap-sikap muridnya.
Ø Sekolah : Dapat menjadi sebuah kebanggaan bahwa sekolah memilki siswa-siswi yang pintar, rajin, dan soleh atau solehah.
Ø Ilmu Pengetahuan : Dapat menjadi kajian data atau teori atau pengetahuan untuk para psikolog.
Ø Peneliti Selanjutnya: Dapat menjadi acuan untuk pengembangan penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DASAR TEORI
Sifat seorang anak dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal yakni faktor yang muncul dari dalam diri individu yang berupa faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), faktor psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan, kecerdasan, latihan, motivasi dan faktor pribadi) dan faktor kelelahan. Sedangkan Faktor eksternal yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa diantaranya lingkungan sosial seperti lingkungan sosial sekolah yang di dalamnya termasuk metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah. Lingkungan keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan) dan faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).
Menurut Koentjaraningrat, Masyarakat adalah kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia yang terikat oleh suatu sistem adat istiadat tertentu. Sedangkan menurut Paul B. Horton, Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang secara relative mandiri, yang hidup bersama-sama cukup lama, yang mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama dan melakukan sebagian besar kegiatan dalam kelompok itu. Pada bagian lain Horton mengemukakan bahwa masyarakat adalah suatu organisasi manusia yang saling berhubungan dan mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Menurut Syureich (1990: 37) lingkungan mempunyai pengaruh sangat besar dalam membentuk dan menentukan perubahan sikap dan perilaku seseorang, terutama pada generasi muda dan anak-anak. Demikian kuatnya pengaruh lingkungan pergaulan itu pada diri seseorang, sehingga anak yang dididik baik-baik di rumah keluarganya bisa menjadi anak yang nakal (brutal), yang membuat keresahan hidup bagi orang tuanya.
Oleh karena itu menurut Thalib (1995: 97-99) bahwa orang tua harus selalu mengawasi lingkungan pergaulan anak, terutama orang tua harus mampu memerhatikan teman-teman anaknya, karena anak-anak sejak berumur kurang lebih 4 tahun sudah dapat bergaul dengan orang-orang di luar lingkungan keluarganya. Dengan bergaul ini mereka bisa mengembangkan kemampuan sosial dan kebutuhan berhubungan dengan orang lain. Untuk itu orang tua wajib menaruh perhatian dengan siapa mereka bergaul. Karena teman bergaul dapat memberikan pengaruh pada kepribadian anak-anaknya.
Dari pendapat itulah, lingkungan bermain menuai dampak besar terhadap perubahan perilaku pada anak. Penyebab inilah yang dapat menyebabkan perilaku siswa menjadi kurang baik. Sedangkan dampak positif dari teman bergaul kita yaitu bisa menjadi sahabat.
Menurut Santrock (1998), karakteristik yang paling umum dari persahabatan adalah keakraban (intimacy) dan kesamaan (similiarity). Intimacy dapat diartikan sebagai penyingkapan diri dan berbagai pemikiran pribadi. Karena kedekatan ini, anak mau menghabiskan waktunya dengan sahabat dan mengekspresikan efek yang lebih positif terhadap sahabat dibandingkan dengan yang bukan sahabat (Hartub, 1989). Santrock (1998) menyebutkan enam fungsi penting persahabatan, yaitu:
1. Sebagai kawan (companionship)
2. Sebagai pendorong (stimulation)
3. Sebagai dukungan fisik (physical support)
4. Sebagai dukungan ego (ego support)
5. Sebagai perbandingan sosial (social comparison)
6. Sebagai memberi keakraban dan perhatian (intimacy/affection)
Hatherington dan Parke (1999), menggambarkan tiga tahap perkembangan gagasan anak tentang persahabatan, yaitu:
1. Reward-cost stage (7-8 tahun). Pada tahap ini anak menyebutkan ciri-ciri sahabat sebagai teman yang menawarkan bantuan, melakukan kegiatan bersama-sama, bisa memberikan ide-ide, bisa bergabung dalam permainan, menawarkan judgement, dekat secara fisik, dan memiliki kesamaan demografis.
2. Normative stage (10-11 tahun). Anak mengharapkan sahabatnya bisa menerima dan mengaguminya, setia dan memberikan komitmen terhadap persahabatan, serta mengekspresikan nilai dan sikap yang sama terhadap aturan-aturan dan sanksi.
3. Emphatic stage (11-13 tahun). Anak mengharapkan kesungguhan dan potensi intimacy dari sahabat, mengharapkan sahabat untuk memahami dan terbuka terhadap dirinya, mau menerima pertolongannya, berbagi minat dan mempertahankan sikap dan nilai yang sama.
Teman sebaya ialah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama yang saling berinteraksi dengan kawan-kawan sebaya yang berusia sama dan memiliki peran yang unik dalam budaya atau kebiasaannya.(John w. santrock, Remaja, Hal. 55).
Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima oleh teman sebaya. Sebagai akibatnya, mereka akan merasa senang apabila diterima dan sebaliknya merasa tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh teman-teman sebayanya. Pertemanan berdasarkan tingkat usia dengan sendirinya akan terjadi meskipun sekolah tidak menerapkan sistem usia. Remaja dibiarkan untuk menentukan sendiri komposisi masyarakat mereka. Salah satu fungsi terpenting dari teman sebaya adalah sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga. Remaja memperoleh umpan balik mengenai kemampuannya dari teman-teman sebayanya. Dan remaja mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih baik. (Jhon W. Santrock, Remaja, 2007, hal 55).
Piaget dan Sullivan menekankan bahwa hubungan dengan teman sebaya memberikan konteks bagi remaja untuk mempelajari modus hubungan timbal balik yang simetris.
Hartup menyatakan bahwa hubungan dengan teman sebaya bersifat kompleks dan dapat bervariasi tergantung pada bagaimana pengukurannya, perumusan hasilnya, dan garis perkembangannya.
Menurut Gerungan (1986) kenakalan remaja muncul akibat terjadinya interaksi sosial diantara individu sosial dengan kelompok sebaya. Peran interaksi dengan kelompok sebaya tersebut dapat berupa imitasi, identifikasi, sugesti dan simpati.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. RANCANGAN PENELITIAN
Pada penelitian kami kali ini, menggunakan metode kualitatif interaktif, dimana peneliti melakukan wawancara kepada beberapa narasumber dengan cara mengajukan pertanyaan – pertanyaan sesuai dengan topik yang dibahas. Sedangkan narasumber yang kami percaya, merupakan salah satu teman sekelas dari salah satu peneliti kami (Hafiz Clevanota). Penelitian kualitatif mempunyai dua tujuan utama, yaitu pertama, menggambarkan dan mengungkap (to describe and explore) dan keduan menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain). Metode kualitatif interaktif, merupakan studi yang mendalam menggunakan teknik pengumpulan data langsung dari orang dalam lingkungan alamiahnya.
B. WAKTU DAN TEMPAT
Penelitian ini dilakukan dan dilaksanakan mulai dari hari Senin, 26 Mei 2014 hingga Selasa, 27 Mei 2014. Pada hari pertama, wawancara dilakukan pada narasumber pertama, dengan wawancara dilakukan di rumah salah satu peneliti kami (Hafiz Clevanota). Untuk hari yang kedua, wawancara dilakukan pada narasumber kedua, dengan wawancara dilakukan di sekolah kami yaitu SMPN 21 Malang.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
Kami menggunakan metode wawancara sebagai instrument penelitian kami, dimana kami menginvestigasi dua narasumber yang merupakan teman dari salah satu peneliti kami yaitu (Hafiz Clevanota).
v Senin, 26 Mei 2014 – Narasumber I
Hasil yang kami dapatkan dari wawancara yang dilakukan oleh salah seorang peneliti kami (Hafiz Clevanota) yang dilaksanakan di rumahnya, adalah sebagai berikut :
1. Narasumber pertama, menjelaskan bahwa dia merupakan korban dari topik ini, yaitu dia terpengaruh oleh lingkungan bermainnya.
2. Dia adalah anak yang berpikiran kotor dan bersifat keras, baik dalam sifatnya maupun di perilakunya.
3. Dia menyatakan bahwa dia terpengaruh oleh dua faktor, yaitu teman sepermainannya dan orang tuanya.
4. Dia juga menyatakan bahwa salah satu dari kedua orang tuanya bersifat keras pada dirinya sejak dia kecil.
v Selasa, 27 Mei 2014 – Narasumber I
Hasil yang kami dapatkan dari wawancara kedua kami yang dilakukan oleh salah seorang peneliti kami (Hafiz Clevanota) yang dilaksanakan di sekolah kami (SMPN 21 Malang) adalah sebgai berikut :
1. Narasumber kedua, menjelaskan bahwa dia merupakan tersangka dari topik ini, yaitu dia merupakan parasit dari lingkungan bermainnya.
2. Dia adalah anak yang bersifat keras, agak berpikiran kotor, dan tak disangka dia juga merupakan seorang perokok.
3. Dia menyatakan bahwa dia belajar meroko dengan mencoba-coba sendiri.
4. Dia menyatakan bahwa orang yang pertama dia pengaruhi adalah teman sepermainannya (tetangganya).
5. Dia juga memberikan alasan, karena dia ingin banyak teman-temannya yang sama seperti dia.
6. Dia juga menyatakan bahwa ia juga tak peduli apa yang nanti terjadi pada teman-teman yang telah dia pengaruhi.
7. Dia pernah menjalani operasi, serta dia juga mengidap penyakit hipertensi dan asma. Tetapi, dia tetap tidak ada penyesalan dan tetap melanjutkan kebiasaannya itu (merokok).
8. Dia juga mengklaim kebiasaan perokok dari salah satu orang tuanya.
B. PEMBAHASAN
Berdasarkan wawancara pertama pada narasumber pertama, bahwa setiap anak dapat menjadi korban dari pengaruh siapapun. Baik dalam lingkungan bermain maupun lingkungan keluarga. Orang tua seharusnya mendidik anaknya dengan penuh tanggung jawab dan kasih sayang. Tidak dengan kekerasan.
Berdasarkan wawancara kedua pada narasumber kedua, bahwa setiap anak tidak hanya dapat menjadi korban saja, melainkan dapat menjadi tersangka dalam lingkungan bermainnya. Seorang anak dapat menjadi baik atau buruk karena pengaruh temannya, keinginannya sendiri, ataupun karena orang tuannya.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah kami lakukan, kita dapat menarik beberapa kesimpulan :
1. Seorang anak dapat menjadi parasit ataupun terpengaruh oleh lingkungan bermain.
2. Teman sepermainan atau kelompok sebaya memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan sosial seorang remaja.
3. Orang tua juga dapat menjadi pengaruh bagi perkembangan seorang remaja.
B. SARAN
Kami dapat memberikan beberapa saran, diantaranya :
1. Kita harus bisa selektif dalam memilih teman.
2. Banyak-banyaklah mendalami ilmu agama, supaya terhindar dari perilaku kotor.
3. Jangan pernah berbuat yang tidak-tidak tanpa pengawasan orang tua.
4. Orang tua juga harus bisa mendidik anaknya dengan penuh kasih sayang dan bertanggungjawab.
DAFTAR PUSTAKA